hantengri.org – Ancaman siber lintas negara semakin mengintensifkan tantangan keamanan global. Indonesia, seperti banyak negara lain, menghadapi ketidakmampuan regulasi yang memadai dalam mengatur keamanan dan resiliensi siber. Dalam konteks ini, pertanyaan mendasar adalah apakah Indonesia memerlukan undang-undang (UU) Mengatasi Ancaman khusus yang menangani isu ini?
Kerugian Akibat Kejahatan Siber Global
Kerugian akibat kejahatan dunia maya mencapai angka yang sangat besar, mencapai 10,5 triliun dollar AS per tahun pada 2025 (World Economy Forum, 2023). Serangan menyasar dari individu hingga infrastruktur penting, menyoroti perlunya tanggapan yang lebih efektif dan terstruktur dari negara dan organisasi internasional.
Peningkatan Kasus Malware dan Ransomware
Teknologi baru telah memperluas jangkauan dan dampak serangan malware dan ransomware, dengan lonjakan lebih dari 350% dan 430% pada tahun 2020 (World Economy Forum, 2023). Hal ini menunjukkan eskalasi serius dalam ancaman cyber yang mengharuskan respons segera dan sistematis.
Biaya Kejahatan Siber Global
Menurut Statista, biaya kejahatan siber global diperkirakan akan mencapai 6,4 triliun dollar AS pada periode 2024-2029. Biaya tersebut mencakup kerusakan data, pencurian informasi, hingga dampak negatif terhadap produktivitas dan reputasi perusahaan (Statista, 2024).
Fokus Pada Serangan Ransomware
Ransomware menjadi modus serangan yang paling umum terdeteksi, mencakup sekitar 70% dari semua insiden serangan siber. Industri manufaktur, sebagai salah satu yang paling terkena dampak, menjadi perhatian utama dalam mitigasi serangan ini.
Baca Juga : Bus Sleeper Mewah: Laksana dan Era Baru Perjalanan Nyaman
Tren Kerugian Finansial di Amerika Serikat
Pada 2023, FBI melaporkan kerugian finansial akibat serangan siber di AS melebihi 10 miliar dollar AS. Data ini memberi gambaran konkret mengenai dampak ekonomi langsung dari kejahatan siber yang signifikan.
Komparasi Regulasi Cyber Security Internasional
Indonesia perlu mempertimbangkan model regulasi seperti Strengthening American Cybersecurity Act of 2022 dari AS dan EU Cyber Resilience Act 2024 dari Uni Eropa sebagai panduan dalam mengembangkan UU keamanan dan resiliensi siber yang efektif.
Tantangan Regulasi Siber di Indonesia
Meskipun Indonesia memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang memuat aturan terkait kejahatan siber, regulasi ini perlu diperbarui dan diperluas cakupannya untuk menghadapi ancaman cyber modern secara komprehensif.
Pendekatan Digital Upstream dalam Regulasi
Konsep regulasi digital upstream yang berbasis risiko, seperti yang diterapkan oleh Uni Eropa, dapat menjadi model yang relevan bagi Indonesia. Pendekatan ini tidak hanya mengatur tanggapan setelah terjadinya serangan, tetapi juga mencegahnya sejak dini dengan penilaian risiko yang ketat terhadap produk digital.
Perlunya Kesadaran dan Pendidikan Digital Mengatasi Ancaman
Kesadaran masyarakat tentang ancaman siber dan literasi digital yang lebih baik sangat penting. UU keamanan dan resiliensi siber harus mencakup aspek pendidikan dan peningkatan kesadaran, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat berpartisipasi dalam membangun ekosistem siber yang lebih aman.
Mendorong Keberlanjutan dan Resiliensi Bisnis
Keamanan siber bukan hanya tentang menghadapi ancaman saat ini, tetapi juga tentang membangun ketahanan organisasi terhadap serangan masa depan. Namun UU harus memberikan landasan yang kuat untuk strategi keberlanjutan bisnis, termasuk cadangan data, pemulihan sistem, dan strategi mitigasi krisis.
Kolaborasi Global dalam Menghadapi Ancaman Siber
Namun Kejahatan siber bersifat lintas batas dan memerlukan kerjasama global yang erat. Indonesia perlu terlibat aktif dalam forum internasional untuk bertukar informasi, teknologi, dan praktik terbaik dalam mengatasi ancaman siber global.
Kesimpulan Mengatasi Ancaman
Namun Dengan pertumbuhan pesat ancaman siber lintas negara, perlunya Indonesia memiliki UU keamanan dan resiliensi siber yang komprehensif menjadi semakin mendesak. Regulasi ini bukan hanya untuk melindungi infrastruktur kritis dan data sensitif, tetapi juga untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan keamanan masyarakat digital. Namun Melalui pendekatan proaktif dan berbasis risiko, Indonesia dapat membangun fondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan siber masa depan.